KKPNews, Kulon Progo – Melimpahnya jumlah ikan red devil (Cichlasoma labiatum) di Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, menjadi keuntungan sendiri bagi Karsin (53), warga Dusun Soka, Desa Hargowilis. Ia mengolahnya menjadi cemilan nikmat, kaya manfaat, dan dapat menjadi pundi-pundi keuangannya.
Karsin memanfaatkan dapur yang berada di belakang rumahnya seluas 20 meter persegi. Dari tempat tersebut, ia mampu menghasilkan 40 kg ikan red devil gurih dan renyah setiap harinya, sejenis ikan kripsi. Tak hanya itu, Karsin juga mengolahnya menjadi berbagai jenis makanan yang variatif, seperti kerupuk amplang rasa ikan, abon ikan, dan cheese stick ikan.
Selain itu, dijelaskan Karsin, sisa dari pengolahannya dijadikan ia pakan bebek, sehingga tidak ada yang dibuang. “”Tidak ada yang terbuang. Sisa ikan bahkan jadi pakan bebek yang perlu protein. Kami memanfaatkan bebek untuk diambil telurnya,” ungkap Karsin saat dikonfirmasi pada Rabu (26/6).
Karsin mengaku, selama ini bahan baku yang digunakan tidak pernah habis. Pria asal Pati, Jawa Tengah ini dapat menerima 80kg ikan saban hari dari nelayan ataupun dari warga sekitaran Sermo. Ia beli Rp 60.000 per kg dan hasil olahannya dijual Rp 60.000-Rp 70.000 per kg.
“Musim Ramadhan sampai produksi 100 kg. Tinggi permintaan sampai tidak sanggup,” lanjutnya.
Karsin mengatakan, usaha yang dijalaninya ini telah berjalan sejak 2006. Saat itu, dirinya masih berwirausaha membuka bengkel. Sementara istrinya, Suwartinah (52) seorang penyulam, yang hanya mendapat uang jika ada orderan saja. Kemudian pada 2006, ia mulai membidik peluang usaha dengan memanfaatkan banyaknya jumlah ikan Red Devil di Waduk Sermo. Usahanya pun membuahkan hasil pada 2007, saat dirinya memperoleh perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).
“Saya dan istri lalu fokus untuk menjalankan bisnis ini. Istri juga berhenti dari kegiatan menyulamnya,” terang Karsin.
Karsin memperkirakan ikan berkembang di Sermo lebih dari 10 tahun. Belum ada penelitian penyebab ikan asal perairan Amerika Tengah ini berkembang lantas menguasai habitat Sermo. Banyak orang memperkirakan ikan ini ikut berkembang seiring usaha budidaya ikan dengan cara karamba di masa silam.
“Ada yang mengaitkan dengan kegiatan warga membuat karamba di danau di waktu dulu. Ikan red devil kecil kadang tak bisa dibedakan dengan nila atau lainnya, lepas ke danau,” ujarnya.
Kehadiran industri pengolahan ikan dengan bahan baku ikan invasif ini, dinilai Karsin menjadi salah satu bagian dari upaya mengendalikan populasi ikan. Nelayan menangkap ikan dan disetor ke industri pengolahan. “Namun, cara ini dirasa belum optimal karena sangat tergantung dengan permintaan pasar yang fluktuatif,” imbuhnya.
Beberapa waktu lalu, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) telah menebar 1,2 juta benih ikan lokal. Karsin mengungkapkan, langkah tersebut merupakan salah satu cara pemerintah yang dapat menekan populasi ikan Red Devil ini. “Dengan melepas kompetitor, mereka mengharapkan populasi ikan endemik di Waduk Sermo kembali tumbuh. Kami juga akan menyesuaikan bahan baku yang ada,” tuturnya. (Humas BKIPM)