KKPNews, Jakarta – Sebagai salah satu bagian dari segitiga karang dunia (coral triangle), Indonesia disuguhi potensi sumberdaya rumput laut yang melimpah. Setidaknya ada lebih dari 550 jenis rumput laut potensial ada di Perairan Indonesia, namun hingga kini hanya sekitar 5 jenis rumput laut nilai ekonomis tinggi yang baru dibudidayakan secara massal yatu Eucheuma cottoni, Gracilaria sp, Spinosum sp, Halymenia sp, dan Caulerpa sp. Ini tentunya menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia untuk lebih mengeksplorasi beragam jenis rumput laut sehingga secara langsung memberikan nilai manfaat ekonomi.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan bahwa upaya optimalisasi pemanfaatan varian jenis rumput laut akan terus didorong, sehingga akan mampu memberikan manfaat nilai ekonomi bagi masyarakat maupun perekonomian nasional. “Pengembangan “lawi-lawi” yang berhasil menembus pasar ekspor menjadi harapan baru bagi Indonesia untuk terus mengeksplorasi sumberdaya rumput laut nasional, sehingga harapan Indonesia menjadi kiblat rumput laut dunia dapat terwujud”, ujar Slamet saat dimintai keterangan (Senin 24/4).
Menurutnya, sejak lama KKP menjadikan komoditas rumput laut sebagai unggulan utama komoditas perikanan budidaya. Disamping memiliki nilai strategis dalam menopang perekonomian nasional, budidaya rumput laut juga menjadi usaha yang telah menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat. Dalam menghadapi tantangan persaingan perdagangan rumput laut global, maka jaminan kualitas yang sesuai standar permintaan pasar mutlak harus dipenuhi. Pihaknya, juga terus mendorong pemenuhan kebutuhan bibit yang berkualitas dan adaptif melalui penyediaan bibit hasil kultur jaringan yang hingga saat ini telah tersebar di sentra-sentra produksi di Seluruh Indonesia.
“Jika dibandingkan negara produsen rumput laut di dunia, justru Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi, karena kita memiliki keragaman sumberdaya rumput laut yang melimpah, tentunya ini menjadi PR bersama untuk bagaimana potensi ini bisa dioptimalkan secara mandiri, sehingga memberikan nilai tambah ekonomi”, pungkas Slamet.
Tembus pasar modern dan ekspor, dongkrak pendapatan Pembudidaya
KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya terus mendorong upaya pemanfaatan varian rumput laut bernilai ekonomis tinggi, hasilnya melalui perekayasaan teknologi, saat ini telah berhasil mengembangkan varian baru rumput laut jenis Caulerpa sp atau lebih dikenal dengan nama lokal “lawi-lawi (Sulawesi Selatan), “latoh” (Lombok) atau sebagian masyarakat menyebutnya dengan “anggur laut”.
Rumput laut yang masuk kelompok alga hijau ini pada awalnya masih dianggap sebagai gulma dan hanya menjadi panganan biasa masyarakat. Namun, melalui program diversifikasi komoditas yang dikembangkan BPBAP Takalar yang merupakan UPT Ditjen Perikanan Budidaya, saat ini telah menjadi salah satu komoditas primadona yang dipilih oleh para petambak dan menjadi alternatif utama untuk menopang pendapatan masyarakat. Seiring dengan bertambahnya jumlah pembudidaya yang mengadopsi teknologi budidaya, maka secara simultan akan mendongkrak peningkatan nilai produksi lawi-lawi di tambak sehingga kebutuhan pasar baik lokal maupun ekspor dapat terpenuhi.
Hal ini diakui oleh Ratte Daeng Bella (46 th) salah satu pembudidaya yang mengaku bahwa pada awalnya masyarakat hanya tahu membudidayakan jenis rumput laut Gracillaria di tambak, namun sejak diperkenalkan rumput laut jenis “lawi-lawi” oleh BPBAP Takalar, hingga saat ini masyarakat mulai banyak beralih ke usaha budidaya “lawi-lawi”. Ditambahkan Ratee usaha ini telah memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan harga jual basah berkisar Rp. 150.000,- – Rp.250.000,-/karung, dirinya memperoleh penghasilan hingga 15 juta per bulan untuk lahan tambak yang dimiliknya seluas 3.200 m2. “Rumput laut “lawi-lawi” telah berhasil menopang ekonomi masyarakat, harapannya ke depan akan semakin berkembang seiring dengan permintaan pasar yang lebih luas”, ungkap Ratte.
Saat dikonfirmasi, Kepala BPBAP Takalar, Nono Hartono membenarkan bahwa saat ini permintaan “lawi-lawi” meningkat secara signifikan. Ditambahkan Nono, pihaknya telah memfasilitasi kerjasama pasar dengan PT.Transmart Carrefour, hasilnya produk segar rumput laut ini dapat dijual di pasar modern sekelas Carrefour. Bahkan menurutnya, baru-baru ini Unit Purifikasi BBPBAP Takalar bekerjasama dengan Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) telah berhasil mengekspor “lawi-lawi” segar dengan tujuan ekspor ke Jepang. “Khusus untuk Jepang saja, kebutuhan ekspor ‘lawi-lawi’ minimal 500 kg per bulan dalam bentuk segar dan permintaan cenderung naik, kita harapkan berikutnya pasar ekspor Jepang ini bisa naik minimal 10 kali lipat“, ungkap Nono
Lebih lanjut, Nono menambahkan bahwa ekspor lawi-lawi segar ini merupakan tahap awal, dimana permintaan dipastikan akan semakin banyak dengan tujuan ekspor tidak sebatas ke negara Jepang, namun negara lain seperti China, Korea dan Philipina juga menyatakan tertarik dengan produk rumput laut yang satu ini. Karakter masyarakat negara tersebut yang cenderung menyukai produk-produk sehat seperti rumput laut, secara langsung akan memicu permintaan pasar yang signifikan.
“Lawi-lawi“ saat ini telah menjadi primadona baru di dunia bisnis perumput-lautan nasional bahkan dunia, ini menjadi nilai tambah tersendiri sekaligus tantangan untuk terus melakukan riset terkait nilai ekonomi sumberdaya rumput laut nasional yang potensi lahan dan varian jenisnya yang beragam.
Data rumput laut nasional dalam kurun waktu lima tahun (tahun 2011 – tahun 2015) menunjukkan tren kenaikan positif, dengan rata-rata kenaikan mencapai 22,25%. Tahun 2015 volume produksi rumput laut nasional mencapai ± 11,2 juta ton dengan nilai produksi mencapai 13,2 trilliyun rupiah atau naik 9,8% dari tahun sebelumnya yang mencapai ± 10,2 juta ton.