KKP Gelar Bedah Buku “Merajut Adat Mendaulat Laut”

420
Kegiatan bedah buku "Merajut Adat Mendaulat Laut Karakteristik Masyarakat Hukum Adat di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil” , Kamis (4/4) di Perpustakaan KKP, Jakarta.

KKPNews, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan sosialisasi Buku “Merajut Adat Mendaulat Laut Karakteristik Masyarakat Hukum Adat di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil” pada hari Kamis, (4/4) di Perpustakaan KKP, Gedung Mina Bahari IV Lantai 2, Jakarta. Kegiatan ini mengundang penulis serta pelaku identifikasi  yaitu Radjimo Sastro Wijono (Sejarawan dan Peneliti), Tely Dasaluti (Kepala Seksi Wilayah Hukum Adat), dan Tim Subdit Masyarakat Hukum Adat.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi dan sosialisasi dan juga diskusi mengenai keberadaan dan peran Masyarakat Hukum Adat di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang sangat penting untuk dijaga.

Buku “Merajut Adat Mendaulat Laut”, merupakan sebuah karya yang disusun oleh KKP pada tahun 2017. Buku ini  menguraikan sembilan lokasi masyarakat hukum adat (MHA) di pesisir dan pulau-pulau kecil.  Sembilan lokasi MHA tersebut yaitu (1) Kadie Liya – Wakatobi, (2) Wabula – Buton, (3) Teluk Mayalibit (Maya) – Raja Ampat, (4) Tanebar Evav/ Tanimbar Kei – Maluku Tenggara, (5) Ped – Klungkung, (6) Haruku – Maluku Tengah, (7) Kaimear dan Manggur – Kota Tual, (8) Namatota – Kaimana, dan (9) Malaumkarta – Sorong.

Isi buku ini merupakan hasil kajian identifikasi dan pemetaan yang dilakukan oleh Subdit Masyarakat Hukum Adat Dit. Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut pada tahun 2016 dan 2017 terhadap masyarakat hukum adat yang ada di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Isi buku ini menggambarkan karakteristik masyarakat hukum adat mulai dari sejarah asal usul, keterikatan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, pranata adat, dan tatanan hukum adat. Hal ini sesuai dengan definisi masyarakat hukum adat yang tertuang dalam Pasal 1 angka 33 UU No. 27/2007 Jo. UU No.1/2014 tentang “Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil“.

Selain itu penyusunan buku merajut adat mendaulat laut juga ingin menunjukan keberagaman nilai budaya dan kearifan lokal dari MHA di Indonesia tapi tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan “terajut” dalam semangat persatuan Bhineka Tunggal Ika. Sesuai dengan  pasal 21 angka 1 dari UU yang sama disampaikan bahwa pemanfaatan ruang dan sumberdaya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah MHA, oleh MHA, menjadi kewenangan MHA setempat. Hal ini menunjukkan bahwa MHA mempunyai peran yang sangat penting dalam mengelola dan menjaga laut Indonesia agar tetap berdaulat dan lestari. Upaya pemersatuan ini dilakukan juga dengan saling mengenal, memahami dan menghormati antar suku, budaya, adat dan keyakinan.

Kegiatan ini merupakan upaya untuk memperkuat dan merefleksikan kembali kebhinekaan Indonesia. Melalui buku Merajut Adat Mendaulat Laut diharapkan bisa menjadi semangat untuk merekatkan masyarakat. Dimana kerekatan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis dan adat istiadat dapat dijadikan modal utama dalam menciptakan negara besar dan maju. (Humas PRL)

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
  • Senang (50.0%)
  • Terhibur (25.0%)
  • Terinspirasi (25.0%)
  • Tidak Peduli (0.0%)
  • Terganggu (0.0%)
  • Takut (0.0%)
  • Marah (0.0%)
  • Sedih (0.0%)

Comments

comments