KKPNews, Jakarta – Pandemi Covid-19 membuka peluang bagi produk-produk perikanan untuk menjadi komoditas yang diburu masyarakat. Terlebih mengonsumsi ikan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan imunitas sekaligus mencegah penyebaran virus.
Karenanya, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Nilanto Perbowo mengingatkan pentingnya mutu produk pangan, termasuk produk perikanan yang memenuhi standar. Penerapan standar melalui sertifikasi akan berdampak pada nilai jaminan suatu produk perikanan yang aman dikonsumsi sekaligus memperhatikan aspek keberlanjutan sumber daya perikanan.
“Untuk menjawab tantangan perdagangan global, kedepan produk yang dihasilkan oleh industri perikanan di Indonesia harus dapat memenuhi keinginan konsumen atau buyer, baik itu dari segi kuantitas maupun kualitasnya,” kata Nilanto, Jumat (19/6).
Nilanto menegaskan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan terus hadir memberikan wawasan dan pencerahan bagi pelaku usaha dan stakeholder lainnya tentang standar mutu dan sertifikasi internasional. Seperti dalam penyelenggaraan webinar bertajuk ‘Penerapan Standar Sertifikasi Global Produk Perikanan’ pada Kamis (18/6).
“Kita juga akan terus mendorong implementasi standar dan sertifikasi penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan yang ada di Unit Pengolahan Ikan (UPI) agar masyarakat sebagai konsumen akhir produk perikanan kita harus betul-betul mendapatkan produk yang terbaik,” sambungnya.
Sertifikasi produk perikanan global
Hingga kini, KKP telah menetapkan sistem sertifikasi dari hulu sampai hilir yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Unit Pelaksana Teknis dan Lembaga Sertifikasi Pihak Ketiga. Adapun pada webinar kemarin, dibahas tentang sertifikasi global yang berlaku di beberapa negara tujuan ekspor melalui lembaga sertifikasi dari pihak ketiga (swasta).
Salah satu lembaga sertifikasi internasional yang berkantor pusat di AS, Global Aquaculture Alliance (GAA) turut diundang untuk menjadi salah satu pemateri diskusi. Dalam paparannya, Presiden GAA, George Chamberlain menjelaskan sertifikasi Best Aquaculture Practices (BAP) atau cara budidaya ikan yang baik merupakan sertifikasi budidaya ikan berbayar yang paling komprehensif dan diakui oleh pasar global sejak tahun 2002.
Adapun ruang lingkup sertifikasi BAP meliputi keseluruhan rantai pasok (supply chain) budidaya ikan mulai dari unit pengolahan, pembudidayaan, pembibitan dan pembenihan, hingga pakan. Selain itu, standar BAP mencakup tanggung jawab lingkungan, sosial, keamanan pangan, serta kesehatan dan kesejahteraan satwa.
“Standar ini bisa diterapkan hampir 100% dari spesies ikan bersirip, krustasea, dan moluska yang diproduksi di seluruh dunia,” urai Chamberlain.
Dikatakannya, sertifikasi BAP yang diterbitkan GAA adalah sertifikasi pertama yang menjadi acuan the 3 G’s, yakni Global Social Compliance Programme (GSCP) dari sisi sosial, Global Sustainable Seafood Initiative (GSSI) dari sisi lingkungan dan Global Food Safety Initiative (GFSI) dari sisi keamanan pangan. George memastikan standar selalu bersifat ilmiah, ketat dan selalu berkembang mengikuti kondisi dunia.
Menurut Chamberlain, pasar global mengakui sertifikasi BAP karena GAA memiliki integritas program internal yang kuat bahkan dipantau langsung oleh multi-stakeholder baik dari Standards Oversight Committee (SOC), auditor dan lembaga sertifikasi dari pihak ketiga, dan program transparansi rantai pasokan.
Sementara perwakilan Global Reliance International (dibawah PT. GRI Reliansi Indonesia), Syamsul Arifin menerangkan alasan penting sertifikasi produk perikanan tangkap dan budidaya. Adapun isu dari usaha perikanan tangkap antara lain Stock Depletion (terkait keberlanjutan sumber daya perikanan), Habitat Impact (efek negative terhadap habitat biota laut), Ecosystem Impact (efek negative terhadap ekosistem), Traceability Issue (ketertelusuran asal ikan yang ditangkap), dan Legality Issue (kepatuhan terhadap peraturan/regulasi).
Sedangkan isu di bidang usaha perikanan budidaya seperti Food Safety (keamanan pangan), Environmental Impact (efek negative terhadap lingkungan hidup), Animal Welfare (perlakuan terhadap satwa), Feed Conversion (penggunaan pakan), dan Worker Safety Issue (isu sosial dari tenaga kerja).
Syamsul menegaskan bahwa sertifikasi dengan berbagai standar perikanan sudah tidak bisa lagi dihindari. Meskipun sertifikasi merupakan “Private Standard” bersifat sukarela (Voluntary) namun menjadi persyaratan khusus dari para pembeli “Technical Barrier to Trade”.
“Supaya produk perikanan dapat diterima dan bersaing di pasar Global, maka perusahaan perikanan dituntut memiliki sertifikat yang dikehendaki oleh pembeli (buyer),” kata seorang mentor dari perusahaan yang berbasis di Indonesia ini.
Sebagai informasi, seminar daring diikuti sekitar 3.000 peserta baik melalui zoom meeting dan live youtube Ditjen PDSPKP. Antusias peserta dalam mengikuti webinar terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan ke narasumber utamanya terkait teknis mengurus berbagai sertifikasi global.