JAKARTA, Demi mewujudkan kemandirian ekonomi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah merumuskan peta jalan swasembada garam nasional. Dan salah satu target jalan yang ingin dicapai yakni agar Indonesia bebas dari impor garam di tahun 2015.
Terkait dengan itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim mengatakan bahwa keberpihakan pemerintah menjadi kunci tercapainya target swasembada garam dan penutupan kran impor.
Pusat Data dan Informasi Kiara (Desember 2014) mencatat, jumlah impor garam dibandingkan dengan produksi nasional lebih dari 80 persen sejak tahun 2010. Karena itu, menurut Abdul, besarnya angka impor disebabkan oleh pengelolaan garam nasional yang terbagi ke dalam 3 kementerian dengan beda kewenangan, serta tanpa koordinasi. “Kedua, pemberdayaan garam rakyat tidak dimulai dari hulu (tambak, modal, dan teknologi) hingga hilir (pengolahan, pengemasan, dan pemasaran),” tuturnya, Selasa (3/11), di Jakarta.
Lanjut Abdul, lemahnya sinergi pemangku kebijakan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat dengan masyarakat petambak garam skala kecil juga menjadi kendala tercapainya swasembada garam. “Mendapati angka impor yang tinggi sejak tahun 2010, sudah semestinya, pemerintah menjalankan kebijakan satu pintu dengan payung hukum,” ungkapnya.
Abdul pun mecontohkan, seperti di India, pengelolaan garam nasional terpusat dikerjakan oleh satu pemerintah pusat dan lembaga independen yakni Salt Commissioner’s Office (SCO). “Apa yang dilakukan oleh Pemerintah India tidaklah sulit untuk diterapkan di Indonesia. Tidak diperlukan lembaga baru, asal ada kesungguhan politik pemerintah dan kesediaan bekerjasama dengan masyarakat petambak garam skala kecil sehingga kran impor bisa ditutup dan petambak garam mendapatkan kesejahteraannya. Parahnya, impor garam juga masih berlangsung di tahun 2015,” tukasnya.
SUMBER: Jitu News